Wednesday, October 14, 2009

Masalah Tekanan Darah Pada Ibu Hamil



Artikel dikirim oleh : Mbak Amel, Southampton

Tekanan Darah Turun?

Ternyata penurunan tekanan darah pada ibu hamil justru bermanfaat. Namun, tentu saja ada syaratnya.

Umumnya, ibu hamil akan mengalami penurunan tekanan darah (hipotensi), terutama di usia kehamilan 20 minggu hingga maksimal di usia 32 minggu. Jika penurunan ini terjadi secara gradual atau perlahan dan tak menimbulkan keluhan, maka terbilang normal, karena sesudah itu tekanan darah akan kembali normal atau sedikit lebih rendah dari normal. Kisaran tekanan darah normal yang umum adalah terendah 80/60 dan paling tinggi 120/80.

Hipotensi terjadi bila tekanan darah ibu berada di bawah dari biasanya. Misalnya tekanan darah ibu normalnya adalah 100/70 kemudian turun menjadi 80/60, ini dapat dikatakan tidak normal. Penurunan ini dapat menimbulkan keluhan seperti pusing dan mata berkunang-kunang.

Pada ibu hamil, tekanan darah yang menurun ini bersifat fisiologis atau terjadi karena adanya kehamilan. Secara ilmiah penyebabnya bisa diterangkan sebagai berikut; saat hamil, tubuh ibu memproduksi hormon progesteron. Hormon ini memengaruhi otot-otot menjadi lebih relaks. Kemudian memengaruhi pembuluh-pembuluh darah ibu yang cenderung melebar. Pelebaran pembuluh darah inilah yang membuat tekanan darah menurun.

MANFAAT BAGI IBU DAN JANIN

Nah, karena terbilang normal, tentunya penurunan tekanan darah ini tak berbahaya sehingga ibu hamil tak perlu khawatir. Malah, penurunan tekanan darah ini bermanfaat besar buat ibu maupun janinnya. Sebab, pembuluh darah yang melebar akan memperbanyak volume darah di dalam tubuh. Dengan kata lain, kapasitas pembuluh darah akan lebih besar sehingga dapat lebih banyak menampung masukan cairan ekstra. Ini akan memicu terjadinya haemodilusi darah atau darah lebih cair karena pada kondisi ini darah ibu hamil akan terlihat lebih cair.

Rupanya, dengan tekanan darah rendah ini, tubuh mempersiapkan diri untuk persalinan. Dengan jumlah cairan darah yang relatif banyak, perdarahan hingga 500 cc (kira-kira 2 gelas) tidak akan membuat ibu hamil pingsan. Ajaibnya, persiapan ini dilakukan secara perlahan selama 9 bulan.

Selain itu, pelebaran pembuluh darah ini akan membantu kelancaran asupan makanan pada janin. Asupan makanan akan semakin banyak sehingga pertumbuhan janin pun akan semakin baik. Selain itu, asupan makanan yang disalurkan ke berbagai organ tubuh, seperti payudara, akan lebih lancar sehingga biasanya payudara ibu hamil akan terlihat lebih besar.

Pelebaran pembuluh darah pun terjadi di daerah vagina. Akibatnya, vagina jadi lebih lembap dan lentur sehingga persalinan akan terjadi lebih mudah. Jadi jangan heran bila saat persalinan, kepala bayi bisa melewati lubang vagina yang sempit karena saat itu otot-ototnya akan jauh lebih lentur.

KURANG OLAHRAGA & SAKIT

Sebenarnya, tekanan darah rendah atau hipotensi bukanlah sebuah penyakit, ini termasuk normal. Jadi tidak ada obat yang harus diberikan kepada ibu hamil karena akan sembuh dengan sendirinya. Dampak terhadap janin pun boleh dikatakan tidak ada sehingga ibu tidak perlu khawatir menghadapinya. Namun, pada beberapa kasus, tekanan darah fisiologis terkadang cukup mendatangkan keluhan, seperti lemas, sempoyongan, pusing, pandangan kurang jelas, dan lainnya. Hal ini bisa terjadi pada ibu yang kurang menjaga kebugaran tubuhnya atau kurang berolahraga. Kurang olahraga dapat membuat pembuluh darah terlalu lentur sehingga tekanan darah menjadi sangat rendah. Efeknya, ketika ia berdiri terlalu lama maka pembuluh darah di kaki melebar membuat darah jadi rendah. Walhasil, ibu akan pusing, sempoyongan, bahkan terjatuh.

Selain itu, kondisi tubuh yang kurang fit atau sakit bisa membuat tekanan darah menjadi rendah. Namun biasanya tekanan rendah ini hanya simptom saja, jika kondisi ibu membaik maka tekanan darah pun akan normal kembali. Untuk mengatasinya tak perlu dengan obat, melainkan dengan beristirahat cukup, tidak melakukan aktivitas yang membuat simptom tekanan darah rendah muncul seperti berdiri terlalu lama, konsumsi makanan bergizicukup protein, kalori, vitamindan olahraga secara teratur untuk menjaga kebugaran tubuh. Jika ingin bepergian sebaiknya ditemani agar jika terjadi apa-apa di jalan ada yang menolong.

Waspadai Yang Patologis

Bila tekanan darah ibu tiba-tiba turun secara drastis, bisa menunjukkan adanya kemungkinan ibu mengalami syok. Hal ini tak boleh dianggap ringan karena sudah bersifat patologis dimana tekanan darah turun secara akut, cepat sekali, dan sering kali disertai peningkatan detak nadi.

Adapun penyebab turunnya tekanan darah secara drastis, antara lain:

+ Perdarahan

Bisa karena kehamilan itu sendiri, seperti keluar vlek, keguguran, plasenta previa, dan lainnya. Bisa juga karena perlukaan di bagian tubuh lain yang tak ada hubungannya dengan kehamilan, seperti benturan keras hingga berdarah, tertusuk benda tajam, dan lainnya.

+ Banyak Cairan yang Keluar

Bisa disebabkan oleh diare berat yang tak segera diatasi sehingga ibu mengalami dehidrasi, muntah berat. Juga bisa karena demam berdarah.

+ Serangan Jantung

Saat serangan jantung, nadi tak berdenyut sehingga sulit untuk mengobservasi tekanannya. Namun kasus ini biasanya dianggap di luar dari masalah kehamilan karena tidak spesifik.

+ Stres

Dalam kondisi tertekan secara psikis bisa membuat ibu stres dan memengaruhi tekanan darahnya. Bila stresnya terlalu berat bisa membuat ibu mengalami syok bahkan pingsan.

Masalah turunnya tekanan darah akibat patologis harus ditangani oleh ahlinya. Ibu bisa ke dokter kandungan bila masalahnya karena perdarahan kehamilan, ke dokter penyakit dalam bagian pencernaan bila karena diare, atau ke psikolog/psikiater bila karena masalah psikis/kejiwaan.

Hipertensi Yang Berbahaya

Selain tekanan darah rendah, ibu hamil dapat mengalami tekanan darah tinggi (hipertensi) . Disebut hipertensi bila tekanan darah ibu melebihi 120/80, bahkan bisa mencapai 140/90. Tekanan darah tinggi pun biasanya terjadi bila tekanan darah ibu melonjak dari ukuran yang normal. Misalnya bila tekanan normal darah yang biasanya 110/75 melonjak menjadi 130/90.

Hipertensi berbahaya karena pembuluh darah menyempit sehingga asupan makanan ke bayi menjadi sedikit. Tak jarang, hipertensi pada kehamilan bisa membuat janin meninggal, plasenta terputus, pertumbuhan terganggu. Gejala hipertensi adalah pusing dan sakit kepala, kadang disertai bengkak di daerah tungkai, dan tes laboratorium menunjukkan protein yang tinggi dalam urine.

Penderita hipertensi bisa sudah mengidap sebelum kehamilan atau hipertensi akibat kehamilan itu sendiri. Kondisi ini disebut dengan preeklamsia dan eklamsia. Preeklamsia biasanya terjadi pada kehamilan lebih dari 20 minggu dan harus segera ditangani agar tak meningkat menjadi eklamsia.

Hipertensi yang parah atau ekslamsia ditandai dengan tekanan darah tinggi yang terus meningkat dan kadar protein yang lebih tinggi lagi dalam urine, sehingga menyebabkan berkurangnya jumlah urine. Gejala yang muncul pada ibu adalah penglihatan menjadi kabur, perut terasa sakit atau panas, sakit kepala, denyut nadi yang cepat, serta bengkak terjadi di kaki, wajah, dan tangan.

Risiko eklamsia sangat besar, ibu bisa mengalami kejang-kejang hingga tak terselamatkan, gagal ginjal, dan kerusakan hati. Pada janin, aliran darah ke janin berkurang sehingga mengalami gangguan pertumbuhan. Jika jiwa ibu terancam, biasanya keselamatan ibu lebih diprioritaskan. Sedangkan bayi akan dikeluarkan dengan proses induksi untuk menghasilkan persalinan normal.

Hipertensi harus dikontrol. Jika terkontrol, penyakit ini tak jadi masalah. Berikut cara mengontrolnya:

* Konsultasi secara rutin ke dokter. Ceritakan masalah/riwayat tekanan darah tinggi yang ibu alami, sehingga dokter dapat melakukan pengawasan ketat. Setiap kontrol biasanya dokter akan memeriksa tekanan darah.

* Konsumsi obat-obatan hipertensi secara teratur. Biasanya dokter sudah mempertimbangkan keamanan obat untuk janin sehingga tak perlu takut mengonsumsinya.

* Lakukan diet secara baik sehingga penambahan bobot selama kehamilan akan terkontrol dengan baik. Penambahan BB ibu hamil sebaiknya tidak lebih dari 2 kg per bulan.

* Hindari makanan yang dapat meningkatkan hipertensi seperti makanan yang asin-asin.

Cegah Jangan Sampai Anemia

Yang penting diingat, dalam kondisi ini, ibu hamil perlu menjaga agar jangan sampai terjadi anemia. Sebab, haemodilusi sering kali membuat hemoglobin atau kadar darahnya menjadi lebih rendah, kurang dari 10g/dl, dibandingkan cairan ekstranya. Padahal standar WHO minimalnya adalah 12g/dl. Akibatnya, gejala yang muncul, ibu hamil mudah letih, lesu, lemah, lelah, lunglai, dan mata berkunang-kunang. Bahkan pada banyak kasus anemia bisa sangat membahayakan karena dapat terjadi perdarahan sehingga mengancam kehamilan.

Memang, banyak ibu yang masih mampu beraktivitas normal meski kadar Hb-nya mencapai 10 g/dl. Mereka bisa beraktivitas seperti biasa tanpa mengeluh sehingga kehamilan tetap berjalan baik dan bayi yang dilahirkan pun sehat. Tetapi ibu jangan terlena, sebab bila Hb di bawah 7g/dl, kehamilan dan persalinan penuh risiko, seperti perdarahan yang berat.

4 Jenis Anemia

o Anemia Defisiensi Besi

Wanita hamil paling sering menderita anemia defisiensi besi. Zat besi adalah salah satu komponen pembentuk sel darah merah (hemoglobin) . Biasanya diidap oleh ibu yang tidak mengonsumsi gizi seimbang tertutama makanan yang mengandung zat gizi tinggi seperti susu, kacang-kacangan, dan kol. Kekurangan zat besi inilah yang membuat ibu mudah sekali lelah, lemah, lunglai, bahkan ada yang mengalami sesak napas.

Gangguan metabolisme juga bisa membuat defisiensi zat besi terutama terjadi pada usus yang mengalami gangguan penyerapan. Zat besi yang seharusnya diserap tubuh dengan baik malah terbuang begitu saja. Kemudian juga ibu hamil yang daya tahan tubuhnya menurun. Seharusnya ibu hamil menjaga daya tahan tubuhnya tetap baik. Bila tidak, maka bisa saja ibu akan mengalami gangguan, salah satunya adalah gangguan pencernaan. Bila pencernaan terganggu maka asupan zat besi pun bisa terganggu yang akhirnya dapat memicu terjadi anemia.

Bila ibu mengidap cacingan, khususnya cacing tambang yang tinggal di usus, dapat juga memicu terjadi anemia. Cacing dengan panjang 1-2 cm ini memiliki gigi yang runcing. Ia sering melukai lambung semata-mata agar bisa bernapas. Luka tersebut tak bisa segera menutup karena si cacing mengeluarkan zat anti pembekuan darah sehingga banyak darah yang keluar dan kita kehilangan hemoglobin. Cacingan bisa diatasi dengan minum obat anticacing secara berkala, 3 bulan sekali, misalnya. Hal yang sama juga terjadi bila ibu mengalami wasir atau varises di lubang dubur. Banyak darah yang keluar sehingga ibu akan kehilangan sel darah merah cukup banyak.

Khusus pada ibu yang mengalami kekurangan zat besi biasanya dokter akan memnta ibu hamil untuk memperbaiki pola makannya, dengan mengonsumsi makanan kaya zat besi seperti sayuran, telur, kacang-kacangan, hati, ikan, dan sejenisnya. Tetapi bila untuk mempercepat peningkatan kadar zat besi dalam tubuh biasanya diberikan pula suplemen penambah zat besi dengan dosis 10 mg/kg berat badan/hari selama 10-12 minggu. Memang, asupan suplemen zat besi ini terkadang dapat memperberat keluhan mual-muntah lantaran aroma dan rasa preparat zat besi yang tidak enak.

Dianjurkan pula mengonsumsi vitamin C untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Daya tahan tubuh yang baik dapat meningkatkan mekanisme penyerapan zat besi. Bila ternyata kadar hemoglobin kurang dari 5 g/dl atau kurang dari 6 g/dl namun disertai gejala gagal jantung, biasanya dokter akan melakukan transfusi darah untuk mengatasinya.

o Anemia Megaloblastik

Hampir sama dengan anemia defisiensi zat besi yakni terjadi akibat kekurangan makanan asam folik yang kaya akan zat besi. Mengatasinya dengan mengonsumsi makanan yang mengandung cukup banyak zat besi.

o Anemia Hipoplastik

Terjadi karena ada kelainan di sumsum tulang yang kurang mampu membuat sel-sel darah baru. Kenapa terjadi demikian hingga kini belum diketahui persis penyebabnya. Mungkin karena ibu pernah mengalami infeksi berat, karena paparan sinar rontgen yang mengenai sumsum tulangnya, keracunan dan pengaruh obat-obatan seperti spleptomisin, atau yang lainnya. Untuk mengatasinya harus dilakukan transfusi darah.

o Anemia Hemolitik

Terjadi karena penghancuran sel darah merah berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan pembuatannya. Penyebabnya, kelainan darah yang sudah terjadi sejak lama seperti thalassemia atau bisa karena penyakit infeksi, malaria, juga keracunan obat-obatan. Selain mengonsumsi makanan yang kaya zat besi, juga dilakukan transfusi darah. Penderita anemia hemolitik biasanya sangat sulit untuk hamil.

JANGAN DISEPELEKAN

Anemia tak boleh disepelekan. Selain munculnya masalah di atas, juga dikhawatirkan terjadi kekurangan zat besi yang cukup parah di banyak organ tubuh. Contoh, untuk berlangsungnya sistem metabolisme maka tubuh akan "mencuri" kandungan zat besi dari organ tubuh lain seperti sumsum tulang, limpa, bahkan jantung. Bila zat besi "dicuri" dari sumsum tulang belakang maka penderita umumnya akan mengalami keluhan pegal. Pengeroposan tulang belakang sebelum waktunya pun sangat mungkin terjadi. Sementara jika limpa yang jadi sasaran, akan terjadi pembengkakan limpa yang membuat tubuh kelelahan. Sedangkan bila diambil dari jantung akan mengakibatkan payah jantung atau malah gagal jantung.

Anemia akibat kekurangan zat besi ini pun bisa menurunkan daya tahan tubuh. Sebab zat besi berperan penting untuk membentengi tubuh dari berbagai bibit penyakit. Apalagi zat besi yang rendah biasanya diikuti oleh minimnya sel darah putih yang menjadi penangkal serangan bibit penyakit. Bukan tak mungkin ibu hamil akan mudah terserang oleh penyakit. Jika demikian, tak hanya ibu yang semakin terganggu. Pertumbuhan janin pun dikhawatirkan akan ikut terganggu. Umpama, bayi lahir dengan berat badan rendah, lahir prematur, muncul kelainan genetik seperti gangguan pertumbuhan pada tulang. Nah, saat melahirkan, karena kadar hemoglobinnya rendah, membuat komponen pembeku darah tak dapat berfungsi maksimal, dikhawatirkan terjadi perdarahan berat yang dapat mengancam keselamatan jiwa ibu.

Ibu hamil perlu melakukan kontrol teratur ke dokter kandungan. Khusus pemeriksaan kadar hemoglobin paling lambat dilakukan pada usia 3 bulan kehamilan yang diulang kembali pada usia 26 atau 28 minggu. Bila ternyata kadar hemoglobinnya di bawah 12 g/dl, ibu perlu memperbaiki asupan makanannya terutama yang mengandung banyak zat besi seperti daging merah, hati, ginjal, telur, roti, sereal, kacang-kacangan, buah-buahan, dan sayuran berwarna hijau. Bila anemianya bukan hanya karena kekurangan zat besi maka perlu terapi lain, minum suplemen zat besi atau transfusi darah misalnya.

Narasumber:

Dr. Dwiana Ocviyanti, Sp.OG.,

dari Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta

salam

putri little holiday
feel free to reach your dream


0 comments:

Post a Comment